Chapter 336: Gedung Baru!
Chapter 336: Gedung Baru!
Inggrid menatap bingung pada Randika. Tiga hari? Terdengar mustahil! Meskipun dia tahu bahwa kemampuan suaminya satu ini itu luar biasa, tetapi 3 hari memang terdengar sangat mustahil.
"Kak, kenapa kamu suka menyombongkan diri sih?" Hannah memecah keheningan.
Randika menatap Hannah. "Kalau begitu bagaimana kalau kita bertaruh? Kalau aku berhasil kamu yang harus membuka handukku nanti."
"Hush, tidak boleh taruhan!" Inggrid memukul paha Randika dengan pelan.
Hannah sendiri aslinya tidak mau menerima tawaran Randika, dia tahu pasti kakak iparnya memiliki trik hingga dia bisa terlihat percaya diri seperti itu.
"Hmm kalau begitu serahkan masalah ini padaku." Kata Randika pada Inggrid.
Inggrid hanya mengangguk.
Kemudian Randika berjalan keluar menuju halaman rumah. Sesampainya dia di halaman, HP miliknya berbunyi.
Ternyata itu adalah pesan dari Serigala. Mereka telah mendapatkan informasi mengenai Anna, tetapi informasi ini membuat Randika mengerutkan dahinya.
Anna telah kabur dari kota Cendrawasih!
Setelah berpikir sesaat, Randika membalas pesan Serigala yang isinya menyuruh mereka mengejar Anna. Jika Anna masih ada di Indonesia, dia tidak akan bisa lari dari genggaman pasukannya.
Pada saat yang sama, Randika sendiri pergi menuju perusahaan yang dikendalikan oleh Black Blood.
Perusahaan ini baru berdiri beberapa tahun, tetapi karena Black Blood menggunakannya sebagai tempat pencucian uang, perusahaan ini dengan cepat menjadi jajaran atas di bidang ekonomi kota ini. Mungkin apabila dirangking, perusahaan yang bergerak di bidang sabun ini berada di peringkat 10 teratas.
Randika dengan santai berjalan menuju resepsionis dan berkata padanya. "Panggil bosmu kemari."
Bos yang dimaksud Randika adalah pemimpin perusahaan yang merupakan anak buah dari Black Blood.
"Apakah tuan sudah ada janji sebelumnya?" Meskipun tamunya ini terdengar kasar, si resepsionis tetap berusaha sopan. Dia menjunjung tinggi kesopanan.
Janji? Memangnya Randika perlu melakukan hal sepele seperti itu?
Randika tersenyum. "Aku tidak perlu membuat janji untuk bertemu dengannya, cepat kasih tahu bahwa aku datang ke sini untuk menemuinya."
"Maaf tapi itu tidak bisa." Resepsionis itu menolak. "Menurut aturan perusahaan kami, seorang tamu harus membuat janji terlebih dahulu sebelum bisa bertemu dengan pimpinan kami."
Pada saat yang sama, dari arah lift, pemimpin perusahaan bernama Marvin ini keluar bersama jajaran pimpinan yang lain.
Resepsionis itu tanpa sadar membungkuk ke arah pimpinan perusahaannya, tatapan matanya terlihat kagum. Kemudian dia kembali menoleh ke arah Randika dan berkata padanya. "Maaf tuan tapi aku harus memaksamu untuk keluar."
Namun, sosok Randika sudah meninggalkannya dan sudah berjalan menuju Marvin dkk. Randika lalu menghadang mereka dengan berdiri di hadapan mereka.
"Siapa kamu?" Marvin mengerutkan dahinya.
"Tuan Marvin, orang ini datang untuk menemui Anda." Si resepsionis buru-buru mengejar Randika dan menjelaskan situasinya.
"Aku sama sekali tidak mengenal orang ini." Wajah Marvin terlihat marah. "Singkirkan anjing ini, aku tidak punya waktu menghadapinya."
"Baik, maafkan aku." Si resepsionis sudah berkeringat dingin, sekarang kariernya di perusahaan sedang diuji.
Randika menampar tangan si resepsionis yang berusaha menyeretnya pergi.
"Kamu tuli? Cepat pergi dari sini!" Temannya Marvin mulai ikut marah dengan sikap Randika.
"Pergi atau kami akan panggil keamanan." Tambah mereka.
Randika masih berdiri dengan kokoh, dia lalu tertawa dan mengatakan. "Aku suka dengan gedung ini. Mulai hari ini, gedung ini adalah milikku."
Semua orang yang mendengarnya terkejut dan tertawa, orang ini sudah pasti orang gila.
"Ternyata orang gila yang datang."
"Sudah, cepat pergi atau kami akan memaksamu pergi."
Randika mencueki mereka dan mengeluarkan HP miliknya, dia terlihat sedang menelepon seseorang.
"Aduh HPnya saja murahan, gitu mimpi punya gedung ini." Salah satu teman Marvin menatap jijik HP yang digunakan Randika.
Tidak butuh waktu lama sebelum akhirnya telepon Randika itu tersambung.
Melihat Randika yang sedang sibuk bertelepon, seseorang sudah tidak tahan dengan kejadian ini. "Sudah apa maumu itu? Kau itu sudah gila atau ingin mengejek pemimpin kami?"
"Sudahlah kita tinggal saja orang ini, percuma berbicara dengan orang gila." Seseorang berjalan pergi dan diikuti beberapa yang lain. Marvin mengingatkan Randika sekali lagi. "Pergi atau orang-orangku akan paksa kau pergi."
Tetapi Randika sama sekali tidak gentar, hal ini membuat semuanya makin geram. Tidak pikir panjang, mereka akhirnya memanggil keamanan dan menunggu untuk melihat Randika yang akan diseret pergi.
Ketika para petugas keamanan itu datang, Randika sudah mematikan teleponnya. Semua orang menatap dingin ke arah Randika. Jika saja Randika mau menuruti mereka untuk pergi daritadi, dia tidak akan berurusan dengan para petugas keamanan ini.
Para petugas keamanan ini sudah mengepung Randika. Lalu tanpa menjelaskan apa pun, salah satu dari mereka berusaha menangkap tangan Randika.
"Ini bukan tempat umum untuk orang sepertimu, cepat keluar dari sini." Katanya dengan nada dingin.
Randika masih tidak menjawab.
Para petugas keamanan ini sama sekali tidak bergerak, akhirnya salah satu teman Marvin berkata pada mereka. "Tunggu apa lagi? Cepat tangkap dan usir dia!"
Mereka telah bekerja lama di perusahaan ini, ini pertama kalinya mereka berurusan dengan hal seperti ini jadi mereka agak bingung harus berbuat apa.
"Tangkap dia!"
Semua petugas keamanan tersebut menerjang dan berusaha menangkap Randika, tetapi pada saat ini, suara keras yang menggetarkan hati dapat terdengar dari belakang. "Berhenti!"
Semuanya berhenti bergerak dan menoleh ke belakang, mereka dapat melihat seseorang berjalan masuk ke dalam gedung. Semua bawahan dan teman Marvin mengerutkan dahi mereka ketika melihat pria itu.
"Siapa kamu? Apa kamu orang gila lainnya yang mau merebut gedung ini?"
Namun, Marvin berwajah pucat pasi ketika melihat sosok pria tersebut. Kenapa orang itu ada di sini?
Marvin sudah gemetar tanpa henti. Baru-baru ini, Robert telah menghubungi seluruh sekutunya yang berada di Cendrawasih. Robert menghubungi mereka untuk mengatakan bahwa kekuasaan Black Blood telah diserahkan kepada Dion.
Jadi bisa dikatakan bahwa, Dion telah menjadi penguasa dari Black Blood! Pada saat itu, beberapa orang menentang keputusan ini. Tetapi Dion langsung membunuh mereka yang berani menentang dirinya. Hanya dengan satu tangan, Dion mematahkan semua leher yang berani berkata tidak.
Pada saat itu, orang-orang yang melihat Dion dengan mudahnya membunuh ingin membalas tetapi mereka sudah dibunuh duluan oleh pasukannya Dion!
Meskipun orang-orang yang masih hidup tidak tahu apa yang telah terjadi di internal Black Blood, mereka tahu dengan pasti bahwa ketua baru dari gangster ini tidak boleh disinggung.
Marvin melihat Dion berjalan menghampiri dirinya. Ketika teman-temannya itu mau memaki Dion, Marvin sudah menampar mereka satu per satu. "Diam atau kubunuh kalian!"
Dengan cepat, dia membungkuk ke arah Dion dan meminta maaf atas kelakuan teman-temannya. Dion tidak memedulikannya, dia berjalan melewati mereka dan membungkuk hormat pada Randika.
"Ini gedung yang bagus." Randika terlihat puas.
"Untungnya saja gedung ini gratis." Dion juga mengangguk puas, dia lalu membawa Randika masuk ke dalam.
Melihat bahwa dia tidak terlibat dalam masalah ini, Marvin benar-benar lega. Namun tiba-tiba, Randika berhenti berjalan dan tersenyum ke arah Marvin dkk.
Dion memberi sinyal dengan tangannya pada pasukannya, orang-orang tersebut langsung tersenyum sambil melihat ke arah Marvin dkk. Dalam sekejap Marvin sudah tahu apa yang akan menantinya.
"Hukumlah kami tetapi tolong ampuni nyawa kami."
Dion dan Randika naik lift menuju lantai atas sedangkan Marvin dan teman-temannya menerima sambutan yang ramah dari pasukan milik Dion di belakang parkiran.