Chapter 331: Membersihkan Kota Cendrawasih
Chapter 331: Membersihkan Kota Cendrawasih
Serigala menatap hormat tuannya.
Di sampingnya adalah Singa. Dia masih terlihat tampan seperti seorang ksatria dari jaman dahulu. Memang dia adalah dulu adalah seorang bangsawan jadi etika dan perilakunya adalah yang paling sopan dari antara semuanya. Singa memberikan hormatnya yang paling terdalam untuk Randika.
Tetapi jangan tertipu dengan sikap sopannya itu, ketika bertarung Singa sudah bertarung selayaknya seekor binatang buas sungguhan. Dengan keberaniannya yang luar biasa, dia menebar teror pada semua lawan yang berani menghadangnya!
Orang ketiga terlihat tersenyum terus menerus ketika menatap Randika, sikapnya ini kurang pantas. Ketika Randika menatapnya, Jin berusaha mengomel tentang perjalanan mereka yang mendadak ini.
"Bajingan, kau berani sekali ya mengomel seperti itu! Apa kamu tidak tahu tugas kita adalah melayani tuan kita!" Kata Singa kepada Jin.
Jin lalu bergumam pada dirinya sendiri. "Cih, untung saja ada tuan kita di sini. Kalau tidak sudah kuhajar kau!"
Terakhir adalah orang berbadan besar yang terlihat mengerikan, dia adalah Dion!
Randika menatap keempatnya dan bertanya sambil tersenyum. "Sudah berapa lama kalian menunggu?"
"Kami telah menunggu 2 jam." Jawab Serigala.
Randika mengangguk dan berkata pada mereka. "Tujuanku memanggil kalian adalah karena aku butuh bantuan kalian."
"Katakan apa yang perlu kami lakukan tuan." Singa yang terlihat tenang merasa darahnya mulai mendidih. "Apakah ini mengenai Bulan Kegelapan? Setahu kami dia sedang berada di Amerika dan bersembunyi dari kejaran pasukan kita."
"Benar, aku curiga dia mengirim beberapa orang ke sini untuk menyerangku. Tetapi belum tentu juga hal ini berkaitan dengan Bulan Kegelapan." Jawab Randika.
"Kalau begitu siapa lawan kita tuan?" tanya Jin.
"Bodoh! Kalau tuan kita sudah tahu, jelas dia sudah membunuhnya dengan tangannya sendiri!" Singa marah terhadap Jin yang tidak peka.
"Sudah jangan bertengkar terus, luapkan semangat kalian ini pada misi kalian." Kata Randika sambil tersenyum, tetapi senyumannya ini penuh makna.
"Aku ingin kalian membersihkan kota ini dari bahaya tersembunyi. Apa cukup satu hari?"
Membersihkan kota Cendrawasih dalam satu hari?
Jika orang lain yang mendengarkan permintaan Randika ini mungkin mereka akan memaki Randika. Apa Randika tidak tahu betapa luas dan dalamnya lumpur di kota Cendrawasih?
Sebagai kota besar berikutnya yang dikatakan akan mengalahkan kebesaran ibukota, Cendrawasih merupakan tempat dimana air dan minyak bersatu. Konflik kepentingan terjadi setiap harinya tanpa disadari oleh orang awam. Segala macam cara digunakan untuk menguasai kota ini baik dari dalam maupun luarnya. Bisa dikatakan bahwa orang-orang menggunakan trik-trik kotor di dunia bawah tanah kota Cendrawasih.
Namun, tantangan seperti ini justru membuat keempatnya ini bersemangat.
"Tuan, apa tuan meremehkan kita? Satu hari? Jangan khawatir, ketika tuan bangun besok pagi kita semua sudah membereskan kota ini! Anak buahmu ini siap mati melindungimu."
Dion juga mengatakan. "Aku rasa subuh ini selesai kok."
"Kalau begitu, aku serahkan tugas ini pada kalian berempat. Atur sendiri strategi apa yang kalian perlukan dan jangan terlalu menarik perhatian publik. Setelah misi selesai bersembunyilah dan tunggu kabarku. Ah Dion, sebelum kamu pergi aku ingin berbicara berdua denganmu. Sedangkan kalian bertiga boleh pergi sekarang." Kata Randika sambil tersenyum.
"Baik." Jin, Singa dan Serigala lalu pergi sedangkan Dion tetap tinggal di tempat.
"Bagaimana perkembangan Bulan Kegelapan di Amerika?" Tanya Randika.
"Dia masih dalam jangkauan kita." Randika lalu menyuruh Dion berdiri dan duduk bersamanya di kursi taman halaman rumahnya.
"Bulan Kegelapan tidak berani menunjukan dirinya dan kekuatannya di Jepang maupun di Amerika terus terkikis oleh pasukan kita. Kalau boleh aku mengatakan, Jepang sudah menjadi milik kita lagi dan para politikus sudah tidak berani menawarkan bantuannya pada Bulan Kegelapan.
"Jadi apakah menurutmu Bulan Kegelapan mengirim pasukannya diam-diam ke Indonesia untuk menyerangku secara diam-diam?" Tanya Randika dengan wajah serius.
"Bisa jadi Tetapi menurut pemahamanku kemungkinan ini kecil tetapi tetap ada. Lagipula kita juga tidak tahu seberapa besar kekuatannya yang asli."
Mau tidak mau, Randika sendiri menganggap bahwa serangan bom tadi itu bukanlah Bulan Kegelapan. Seharusnya dia tahu bahwa serangan seperti itu tidak akan membunuhnya. Tetapi, dia tidak bisa menutup kemungkinan bahwa dalang sebenarnya adalah Bulan Kegelapan. Oleh karena itu, untuk jaga-jaga dia meminta Yuna untuk mengirim pasukan ke Indonesia untuk membereskan masalah ini untuknya.
"Untuk program reorganisasi pasukan kita, posisi yang kosong sebagian besar sudah terisi. Apabila tuan melihat orang-orang yang kita rekrut itu, tuan pasti terkejut."
Randika mengangguk. "Kalian sudah bekerja dengan baik."
Dion lalu melihat langit. "Indonesia memang negara yang mengagumkan."
"Yah lumayan." Kata Randika sambil tersenyum.
Keduanya lalu berbincang-bincang sebentar sebelum akhirnya berpisah. Ketika Randika masuk ke dalam rumah, hatinya merasa tenang. Sekarang dia tidak perlu khawatir lagi karena pasukannya telah tiba.
Malam hari ini, dunia bawah tanah di kota Cendrawasih penuh oleh teriakan tragis dan muncratan darah. Dalam sekejap, kekuatan kegelapan di kota ini telah hancur.
....
Bagian barat kota di sebuah gedung besar.
Ini adalah markas geng terbesar kota Cendrawasih untuk saat ini yaitu geng Pedang Badai. Mereka terkenal bengis dan selalu meresahkan masyarakat. Mereka menapak menjadi yang terkuat berkat bantuan para politisi yang mereka dukung.
Dua pengawas geng Pedang Badai ini berjaga di depan pintu masuk. Tiba-tiba mereka bertemu dengan sosok misterius yang menutupi wajahnya.
"Berhenti atau kubunuh kau! Apa kamu tidak tahu ini adalah markas Pedang Badai?"
"Justru aku ke sini untuk membunuh kalian." Suara Jin yang bersemangat itu mengejutkan mereka berdua. Tanpa ragu-ragu, Jin menerjang ke arah mereka. Sebelum mereka bisa mengeluarkan senjata mereka, Jin sudah mematahkan leher mereka.
"Cih, kenapa kalian lemah sekali." Kata Jin sambil menggelengkan wajahnya. Pada saat ini, orang-orang di dalam gedung sudah mendengar kegaduhan yang terjadi di luar. Mereka langsung mengambil senjata api mereka dan menerjang ke luar.
Melihat Jin dan anak buahnya, mereka langsung membidik lawan mereka itu tanpa ragu-ragu. Namun, mereka tidak sempat menembakkan senjata mereka sama sekali. Justru dahi mereka sudah bersarang sebuah peluru.
"Hmm lumayan, lumayan. Tidak salah aku memilih kalian jadi anak buahku." Jin mengangguk puas pada anak buahnya. Dia lalu membawa anak buahnya ke dalam gedung tersebut.
Ketika mereka masuk ke dalam gedung, para gangster itu sudah ditakdirkan mati. Ketika Jin menerjang masuk, teriakan tragis langsung terdengar bersamaan dengan suara tembakan tanpa henti.
Jin mengangguk puas ketika melihat kinerja anak buahnya yang bagus itu, tidak percuma dia melatih mereka begitu lama.
Pada saat ini, pria berbaju jas berusaha lari dari pintu belakang; dari penampilannya bisa dikatakan bahwa dialah pemimpin geng ini. Ketika dia berlari, sebuah sosok misterius muncul di hadapannya.
Ketika bos tersebut mengacungkan senjatanya, Jin hanya berkata dengan nada mengancam padanya. "Menyerah atau mati, pilihanmu."
"Aku menyerah." Kata si bos tersebut sambil menggertakan giginya.
Jin mengangguk dan melambaikan tangannya. Dalam sekejap, anak buah Jin berhenti membantai. Namun semua itu sudah terlambat, hampir seluruh gangster itu sudah mati.
Bos itu melihat Jin memalingkan wajahnya, tatapan matanya langsung bersinar. Ketika tangannya berusaha meraih pistol yang ada di balik bajunya, di hadapan matanya sudah ada kilau pisau yang dingin. Dalam sekejap Jin sudah membenamkan pisau itu pada dahinya.
"Aku paling benci orang bodoh sepertimu." Kata Jin.
Dalam waktu 5 menit, geng Pedang Badai sudah hancur seluruhnya.
Pada saat yang sama, di sebuah gang tidak jauh dari sana.
Serigala dan pasukannya menari di atas puluhan mayat gangster yang telah mereka bunuh.
"Tinggal berapa lagi?" Tanya Serigala.
"Kurang 5 lagi tuan." Kata anak buahnya dengan hormat.