Chapter 153: Satu Melawan Dua
Chapter 153: Satu Melawan Dua
"Di mana Inggrid?"
Pertanyaan yang simpel, tapi, berisikan seluruh amarah dan niat membunuh Randika.
Yosef merasakan dilemma yang kuat. Meskipun dia dan tuan mudanya menerobos masuk ke rumah Inggrid, dirinya tidak tahu tuan mudanya itu pergi ke mana membawa Inggrid. Dan melihat tatapan mata Randika, Yosef tahu bahwa dia akan disiksa apabila tidak bisa menjawab pertanyaannya.
"Nona Inggrid dibawa oleh tuan muda."
Yosef berharap jawabannya itu sudah cukup membuat Randika puas. Namun, tatapan mata Randika terlihat dingin dan dia terlihat mengangkat kakinya dan menginjak tangan kanan Yosef.
KRAK!
Suara tulang yang patah terdengar nyaring, disusul oleh teriakan kesakitan Yosef.
"Ah! Aku hanya tahu itu, aku tidak tahu tuan muda membawanya ke mana."
Keringat mulai membasahi punggung Yosef dan rasa sakit dari tulangnya yang patah sangat menyakitkan.
Terlebih, dia sama sekali tidak bisa bergerak. Kaki iblis pembunuh ini masih menginjak tangannya dan melepaskan diri sama saja dengan mengangkat gunung.
"Di mana Inggrid?"
Mendengarnya untuk ketiga kalinya, Yosef mulai takut nyawanya akan melayang. Tulang tangan kanannya itu mencuat keluar, jika tidak ditangani dengan cepat bisa-bisa tangannya terinfeksi dan harus diamputasi. Bisa dikatakan bahwa hidupnya setelah ini benar-benar mengalami perubahan drastis.
Otak Yosef berpikir dengan keras, sayangnya dia hanya mempunyai waktu 2 detik. Tatapan mata Randika kembali terlihat dingin dan tanpa berkata apa-apa, dia menginjak tangan kirinya Yosef.
KRAK!
"Hisss!"
Mata Yosef seperti sudah ingin keluar dari tempatnya, wajahnya benar-benar menunjukan ekspresi kesakitan. Darah mulai menggenang dari tempat tulang tangannya itu mencuat.
Kedua tangannya sekarang sudah patah.
Yosef yang masih berusaha menahan rasa sakit ini mendengar pertanyaan yang sama untuk keempat kalinya. "Di mana Inggrid?"
Aku tidak tahu!
Yosef sudah ingin menangis, dia benar-benar tidak tahu apa-apa. Yang dia tahu adalah jika tidak memberi jawaban yang memuaskan Randika, dia akan mati hari ini.
Tetapi pada saat ini, sebuah ingatan melintas di benak Yosef. Dia samar-samar mengingat bahwa Henry pernah berkata padanya bahwa dia akan menikmati tubuh Inggrid di kamar termewah Hotel Mega.
Dua detik kemudian, Randika kembali mengangkat kakinya dan kali ini mengarah pada selangkangan Yosef. Dengan ekspresi panik, Yosef segera mengatakan. "Kamar suite Hotel Mega, tuan mudaku ada di Hotel Mega!"
Setelah berkata seperti itu, Yosef sedikit merasa lega. Dengan ini mungkin dia telah berhasil menyelamatkan nyawanya.
Tetapi, Randika masih menginjaknya sekali lagi! Kali ini kaki kanan Yosef yang menjadi korbannya.
"Ah!"
"Kenapa Kenapa kau masih menyiksaku!" Yosef memegangi kaki kanannya sambil meneteskan air mata. Randika menginjak tepat di engkel kakinya, membuat tulangnya menjadi remuk dan mustahil untuk Yosef berjalan dengan normal lagi bahkan bisa dikatakan dia menjadi lumpuh.
"Kapan aku janji tidak menyiksamu?" Kata Randika dengan santai.
".." Yosef tidak bisa berkata apa-apa, hatinya benar-benar hancur. Setelah itu, Randika kembali menginjak kaki kirinya dan kali ini riwayat Yosef sudah benar-benar tamat. Seumur hidupnya dia akan perlu bantuan orang lain.
Suara tangisan Yosef mulai menghilang, rasa sakit yang luar biasa terlalu besar untuk ditanggungnya dan mulai tidak sadarkan diri. Namun, Randika tidak akan membiarkannya pingsan begitu saja. Dia menusukan jarum ke titik akupunturnya jadi Yosef tidak bisa pingsan dan terus merasakan rasa sakitnya itu.
"Aku akan ke Hotel Mega." Kata Randika pada Ibu Ipah. Bersama dengan 'mayat' Yosef, Randika menghilang dan menuju Hotel Mega.
Ibu Ipah menatap Randika dengan tatapan penuh harap.
Sore hari itu, para pejalan kaki di kota Cendrawasih melihat penampakan yang tidak biasa. Mereka melihat seorang laki-laki sedang menyeret seseorang yang berlumuran darah sambil berlari dengan kecepatan tidak biasa.
........
Hotel Mega, lantai paling atas.
Seluruh lantai paling atas ini merupakan kamar Suite termewah yang dimiliki Hotel Mega, harganya benar-benar fantastis.
Di depan pintu kamar mewah ini, ada 2 orang paruh baya yang berjaga. Mereka menutup matanya bagaikan pendeta yang sedang bermeditasi. Mereka berdiri diam dengan pernapasan yang stabil, pikiran mereka menyatu dengan alam.
Mereka berdua adalah pendekar kelas atas yang masuk dalam daftar Dewa di keluarga Alfred. Bisa dikatakan bahwa Henry tidak perlu khawatir apabila membawa mereka berdua.
Di dalam ruangan, Inggrid duduk di kursi dengan tangannya terikat.
Seorang lelaki berbaju putih sedang menatap Inggrid. Sambil meminum whiskey nya, dia berkata sambil tersenyum. "Aku tidak menyangka tunangannya kakak ketigaku itu masih cantik, aku tidak sabar melahapmu."
Henry lalu menjulurkan tangannya dan mengelus rambut Inggrid. Inggrid memalingkan wajahnya dan berkata dengan nada dingin. "Kau tidak takut menghancurkan hubungan antara keluarga kita?"
Jika kelakuan Henry ini sampai di telinga para tetua keluarganya, keluarganya pasti tidak akan tinggal diam. Itu akan mencemarkan nama baik keluarga Alfred dan menghancurkan hubungan keluarga Alfred dan keluarganya Inggrid. Jadi bisa dikatakan bahwa Henry sedang berjalan di antara ranjau.
"Kamu akan menjadi istriku sebentar lagi, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Henry tertawa. "Mereka tahu pun maka mereka akan menganggap kita sedang kasmaran dan mungkin kita bisa menikah lebih cepat. Jadi tidak ada salahnya aku ingin bermain denganmu hari ini bukan?"
".." Inggrid hanya menatap Henry dengan tatapan penuh kebencian. Dia merasa jijik dengan lelaki seperti ini.
"Awww, jangan menatapku seperti itu. Sebentar lagi kau akan kubuat merintih tanpa henti." Henry tertawa dan mulai membuka pakaiannya.
Melihat tubuh sexy Inggrid itu, Henry sudah tidak sabar dan mulai terangsang. Reputasi Inggrid Elina sebagai wanita tercantik kota Cendrawasih benar-benar bukan isapan jempol belaka.
Menidurinya sekarang mungkin adalah hal yang tepat.
Inggrid memalingkan wajahnya, pria di depannya ini sudah tak tertolongkan lagi. Reputasi Henry benar-benar gelap, sudah ratusan wanita telah dia paksa tidur bersamanya.
Namun, di hadapan uang siapa yang bisa menolak dirinya? Uang dan kedudukan keluarganya merupakan kombinasi yang sangat kuat, hal ini membuatnya bisa melakukan apa pun yang dia mau.
Inggrid benar-benar muak dengan pria hidung belang semacam Henry, dia mulai memberontak dan berusaha melepaskan diri. Namun, Henry yang sudah tidak pakai baju menghampiri Inggrid.
Inggrid hanya menutup matanya dan memalingkan wajahnya.
Henry lalu meremas kedua pipi Inggrid dengan satu tangan. "Kenapa? Takut melihat wajahku?"
Inggrid hanya mendengus dingin dan tidak membalas.
Di luar ruangan, kedua pendekar itu tiba-tiba membuka matanya bersamaan dengan lift yang terbuka.
Dalam sekejap kedua orang ini langsung bersiaga dan memasang kuda-kuda bertahan. Tugas utama mereka adalah menjaga keselamatan tuan muda mereka yang kelima ini.
Pintu lift terbuka dan pada saat itu juga, tampak seseorang dengan wajah bengis dan aura membunuh yang kuat. Namun di tangannya terlihat orang berlumuran darah yang tidak berdaya.
Yosef!
Tidak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa orang yang terluka itu adalah Yosef. Tanpa ragu-ragu, kedua pendekar ini maju secara bersamaan. Mengambil pisau dari balik baju mereka, kedua pendekar ini menyerang Randika dari jarak jauh.
Randika, dengan wajah tenangnya, mengangkat Yosef dan menggunakannya sebagai tameng. Dalam sekejap seluruh pisau yang melayang itu menancap di tubuh Yosef.
Yosef, yang sudah sekarat, menerima semua serangan itu tanpa bisa menahannya satu pun. Teriakan kesakitan sama sekali tidak terdengar, suara napasnya pun sudah tidak terdengar lagi.
Kedua pendekar ini berhenti bergerak dan mengerutkan dahinya. Lawannya ini benar-benar kejam.
Ketika mereka merasakan aura membunuh Randika, kerutan di dahi mereka bertambah.
Selama bertahun-tahun ini, mereka belum pernah melihat aura membunuh yang sebesar itu.
Kedua pendekar itu menatap Randika yang perlahan keluar dari lift dengan Yosef yang masih dipakainya sebagai tameng.
Melempar Yosef ke samping, Randika dan kedua pendekar itu saling bertatapan. Kedua pihak tahu bahwa mereka sama-sama hebatnya.
Suasana lorong ini sudah benar-benar mencekam, orang biasa sudah akan kesulitan bernapas. Lalu dalam sekejap, kedua pendekar itu bergerak dan menerjang ke arah Randika.
Mereka menyerang dari kedua sisi Randika, satu di kiri dan satu di kanan. Serangan kombinasi mereka ini sudah mereka asah melalui pengalaman hidup mati selama bertahun-tahun. Bahkan jika lawan mereka itu lebih kuat, dengan serangan kombinasi ini tidak ada lawan yang berhasil bertahan hidup.
Ekspresi wajah Randika masih tetap tidak berubah, tetapi ketika kedua pendekar itu bergerak dan sudah dekat dengannya, kaki kanannya menendang sesuatu!
Bersamaan dengan kakinya itu, Yosef, yang sudah mati, melesat menuju kedua pendekar tersebut.
Kedua pendekar ini terkejut dan melompat untuk menghindar, lawannya benar-benar kejam.
Serangan Randika ini berhasil mengacaukan serangan kombinasi mereka. Dan pada saat ini, Randika sudah sangat dengan mereka berdua.
Buruk!
Keduanya masih belum mendarat di tanah, apabila Randika menyerang sekarang maka mereka tidak akan bisa menghindar. Jadi satu-satunya jalan adalah memblokir serangannya.
Namun, perasaan ngeri mulai muncul ketika mereka melihat tatapan mata Randika. Serangan Randika benar-benar luar biasa cepat. Tanpa disangka, Randika sudah melayangkan lebih dari 20 pukulan pada keduanya. Mereka bertiga bertukar pukulan.
Meskipun sempat memukul Randika, kedua pendekar ini lebih banyak bertahan. Serangan Randika yang bertubi-tubi itu benar-benar kuat dan cepat, sulit untuk menahannya. Di bawah serangan Randika, kedua orang ini mulai terpojok.
Dua tangan melawan empat tangan!
Semakin mereka bertukar pukulan, semakin terkejut mereka. Pada saat ini, di antara serangan-serangan Randika, tiba-tiba kepalan tangan itu berubah menjadi telapak tangan yang mendarat di tubuh mereka.
Dengan ledakan tenaga dalamnya, kedua pendekar ini melesat jauh.
Namun, kedua pendekar ini segera berdiri dan menatap Randika. Kali ini tatapan mereka berdua mengandung rasa takut.
Masih muda tetapi sudah sekuat ini? Siapa dia sebenarnya?
Sejak kapan tuan muda mereka menyinggung seseorang ahli bela diri seperti ini?
Kedua pendekar ini mengerutkan dahinya, pertama kalinya mereka berdua terpojok seperti ini.
Pada saat ini, di dalam ruangan, Henry sudah melepas celananya. Sekarang dia hanya memakai celana dalamnya.
Henry memperhatikan Inggrid yang masih menutup matanya dan tertawa. Dia lalu melempar Inggrid ke kasur.
"Ah!"
Inggrid terkejut. Ketika dia membuka matanya, dia melihat Henry sudah menindihnya dan hampir telanjang.
"Henry, apa kau tidak memikirkan akibat dari tindakanmu ini?" Kata Inggrid sambil marah-marah.
"Sudah" Kata Henry sambil menjilati bibirnya. "Aku tidak peduli hubungan kedua keluarga kita menjadi rusak. Mereka hanya bisa pasrah kalau aku bisa menanam benihku di perutmu itu, aku tidak peduli selama aku bisa menikmati tubuhmu ini."
"Kurang ajar!" Inggrid langsung meronta-ronta. Dia tidak menyangka bahwa Henry sudah serusak ini sampai-sampai berbuat di luar batas seperti ini.
Henry yang menahan kedua tangan Inggrid itu lalu mengatakan. "Aku dengar kamu sudah menikah? Tidak apa-apa, aku sebenarnya suka perempuan yang lebih muda dariku."