Chapter 146: Keluarga Alfred
Chapter 146: Keluarga Alfred
Randika penasaran sedang apa belahan jiwanya itu sekarang.
Setelah berpikir sesaat, Randika memutuskan untuk mendatangi ruangannya Inggrid. Toh dia juga sekarang sedang nganggur.
Ketika dia mendorong pintu ruangan Inggrid, sekretaris Inggrid tiba-tiba keluar dan mereka bertabrakan. Setelah meminta maaf, sekretaris itu dengan cepat pergi.
Randika tidak terlalu memikirkannya dan masuk ke dalam ruangannya. Dia melihat Inggrid sedang memegangi kepalanya sambil membaca sebuah dokumen.
"Sayang." Randika menghampiri Inggrid dan mulai memijat pundaknya.
"Kenapa?" Inggrid sama sekali tidak marah. Dia sudah terbiasa dengan hubungannya dengan Randika. Meskipun kesan Randika di dalam dirinya sama sekali tidak berubah yaitu tidak tahu malu, penuh hawa nafsu dan tidak tahu diri. Tetapi, Randika punya suatu pesona yang tidak biasa. Inggrid tidak bisa mengatakannya secara jelas tetapi perasaan itu tumbuh setelah mereka hidup bersama selama ini.
Randika lalu berbisik di telinganya Inggrid. Sudah makan belum? Kenapa kamu terlihat sibuk setiap saat?"
"Kamu pikir semua orang bisa santai sepertimu?" Kata Inggrid sambil menghela napas. "Aku masih banyak urusan yang perlu penilaianku. Belum lagi rapat dengan perusahaan lain."
"Tugasmu sebanyak itu dan kamu belum makan? Sayang, meskipun kamu sibuk kamu harus tetap makan. Cukup, sekarang kamu harus ikut aku dan kita akan makan bersama." Randika menggenggam tangan Inggrid, hendak mengajaknya pergi.
"Aku tidak punya waktu untuk itu." Kata Inggrid sambil marah-marah, dia kurang suka dipaksa seperti itu. Kemudian dia menambahkan. "Sekretarisku sudah aku suruh membelikanku makan.
Randika, sambil tersenyum, duduk di seberang Inggrid dan menatap istrinya yang sedang sibuk itu. Randika lalu mengatakan. "Sayang, aku tadi berhasil menyelamatkan orang saat nyari makan siang tadi."
"Hmm? Kok bisa?" Inggrid masih terus menulis sambil menyimak kata-kata Randika.
"Hahaha." Randika kagum dengan dedikasi istrinya itu, dia lalu bersemangat bercerita. "Jadi tadi aku melihat ada seorang bapak-bapak sedang berjalan dengan muka mesumnya. Kamu tahu dia sedang apa? Dia sedang menggoda cewek dan mau mengajaknya ke hotel. Semua orang hanya memalingkan wajahnya ketika melihat perempuan itu dilecehkan seperti itu. Tetapi kamu tahu kan sifat suamimu ini? Jelas sifat heroik dan titisan surga ini tidak bisa memalingkan wajahnya dari kejahatan seperti itu. Jadi aku dengan gagah berani memarahinya."
Inggrid kemudian menatap Randika yang masih asyik menceritakan sepak terjangnya tadi siang itu. Sifat kekanakan itu terbilang lucu bagi Inggrid.
Randika masih tenggelam dalam fantasinya. "Tapi bapak-bapak itu masih saja tidak mau mundur, dan dia malah menantangku berkelahi! Kemudian aku memberi dia pelajaran agar tidak berbuat jahat lagi. Aku memberikannya pukulan seribu tangan hanya dalam 1 detik, aku juga tidak lupa menendangnya di kemaluannya agar tidak ada orang lagi semacam dia."
Setelah melihat ekspresi Inggrid yang biasa-biasa saja itu, Randika bertanya. "Sayang, bagaimana ceritaku tadi?"
Inggrid mengangkat wajahnya. "Aku rasa tahun depan kamu akan menang piala Oscar."
Yah bisa dibilang sindiran istrinya ini cukup mengena di hatinya.
Randika lalu sambil tersenyum mengatakan. "Tapi yang aku tidak habis pikir itu ya, orang itu sangat arogan dan tidak tahu malu. Meskipun dia sudah meringkuk kesakitan, sifatnya itu tidak berubah!"
"Oh ya? Memangnya ada orang yang tidak tahu malu melebihimu?" Kata Inggrid dengan nada dingin.
"."
Randika merasa malu beberapa saat sedangkan Inggrid tersenyum ketika melihat Randika yang memerah itu.
Bagi Randika semua ini sepadan, siapa yang tidak leleh melihat senyuman manis itu? Sekarang dia perlu melihat senyuman itu ketika mereka di atas ranjang.
"Dan kamu tahu apa ancaman yang dia berikan?" Randika berdiri dan berdiri di belakang Inggrid.
"Apa?" Inggrid penasaran.
"Dia dengan sombongnya mengatakan bahwa dia berasal dari keluarga Alfred dari Jakarta, jika aku menyinggungnya maka aku akan mendapat akhir yang jelek. Dia juga menambahkan bahwa keluarga Alfred bisa menghancurkan kota kita ini hanya dalam semalam." Randika lalu menghela napas. "Bukankah orang seperti itu benar-benar sudah gila? Aku tidak ragu memukulnya biar dia bisa segera sadar dari halusinasinya itu."
Namun ketika Inggrid mendengar nama keluarga Alfred, badannya mulai gemetaran. Nama itu ingin dia kubur dalam-dalam di tanah dan melupakannya.
Apakah keluarga Alfred akan datang ke kota Cendrawasih?
Beberapa saat Inggrid tidak bisa berhenti gemetaran, dia sama sekali tidak siap.
"Hmm, kenapa sayang? Kamu kok terlihat takut begitu?" Randika menyadari tubuh Inggrid yang gemetaran itu.
"Ran, apa kata-katamu itu benar?" Inggrid menggigit bibirnya dan menatap Randika.
"Tentu saja benar, ngapain aku bohong? Jangan-jangan kamu kira aku sedang mendongeng tadi?" Randika sedikit terkejut. Setelah bercerita dengan sepenuh hati, tega-teganya Inggrid mengira bahwa dia sedang membual?
"Apakah kamu mendengar orang itu mengatakan keluarga Alfred dengan jelas?" Tanya Inggrid dengan wajah serius.
"Dengan pendengaran super suamimu ini, suara nyamuk 1 km jauhnya saja bisa terdengar. Tentu saja aku mendengarnya dengan jelas. Nama orang itu kalau tidak salah Yosef."
Ternyata benar!
Inggrid merasa tidak bisa mengontrol dirinya selama beberapa waktu. Bahkan dokumen yang dia pegang sudah remuk karena tangannya. Dia benar-benar kehilangan fokusnya.
Bisa dikatakan bahwa dia pergi ke kota Cendrawasih ini dan membentuk perusahaannya karena keluarga Alfred yang ada di Jakarta. Dan sekarang keluarga Alfred telah mengirim orang.
Bisa dikatakan bahwa kepentingan keluarganya lebih penting daripada kepentingan pribadi.
Inggrid berdiri sambil terhuyung-huyung. Melihat tingkah laku Inggrid ini, Randika mengerutkan dahinya. Selama ini dia belum pernah melihat Inggrid panik.
Benar, seorang Inggrid Elina panik! Sepertinya ini berhubungan dengan keluarga Alfred dari Jakarta karena setelah mendengar nama itu, ekspresi Inggrid menjadi berubah.
Berjalan menuju belakangnya Inggrid, Randika memeluk istrinya itu dengan kedua tangannya.
Tiba-tiba, aroma harum segera menyebar dan memasuki hidung Randika. Sedangkan Inggrid merasakan tangan yang kuat yang bisa dia andalkan dan perasaan hangat yang membuat hatinya bimbang.
"Sayang, ada apa?" Tanya Randika dengan lembut. "Aku tidak pernah melihatmu seperti ini."
"Tidak apa-apa." Inggrid memutar kepalanya dan berusaha tersenyum. Tetapi setitik air mata tidak bisa dia sembunyikan.
"Apakah kamu tidak percaya denganku?" Randika lalu berbisik di telinga Inggrid. "Kalau kamu tidak mau percaya denganku, apa perlu aku menghukummu dengan hukuman keluarga kita?"
Mendengar kata-kata itu, Inggrid hanya tersipu malu.
"Apa ini berkaitan dengan keluarga Alfred dari Jakarta?" Tanya Randika.
Inggrid mengangguk pelan.
"Kenapa dengan mereka?" Randika tidak tahu kalau Inggrid punya koneksi dengan keluarga Alfred.
Inggrid ingin menjelaskan tetapi tiba-tiba dia mengurungkan niatnya.
Melihat keraguan Inggrid, Randika mengerutkan dahinya. Pasti ada rahasia di antara Inggrid dan keluarga Alfred.
"Jangan khawatir, percayalah padaku." Kata Randika dengan nada menenangkan di telinga Inggrid.
Mendengar ketulusan Randika, hati Inggrid terasa hangat. Meskipun Randika punya banyak kekurangan, dia punya kekuatan untuk membuat orang merasa nyaman dan tenang, khususnya di tengah-tengah situasi berbahaya.
Mungkinkah ini adalah pesona Randika?
Inggrid lalu berputar sambil terus memeluk Randika. Setelah terdiam beberapa saat dia berbisik pada telinga Randika. "Apa kamu tidak takut?"
"Takut?" Randika berwajah bingung untuk sementara waktu. Lalu sambil mengusap rambut istrinya itu, dia mengatakan. "Sayang, ingat tidak saat kita pertama kali bertemu? Kamu mengancamku bisa melenyapkanku dengan ratusan cara. Pada saat itu aku sama sekali tidak takut dan ternyata yang aku takutkan hanya satu yaitu kehilangan dirimu."
Mendengar kata-kata romantis Randika itu, Inggrid semakin erat memeluk Randika.
"Kamu adalah istriku, meskipun langit menculikmu, aku akan mendaki dan menyelamatkanmu meski nyawaku adalah taruhannya." Randika lalu mengangkat kepala Inggrid. "Percayalah padaku."
"Masalah ini terlalu besar." Inggrid terlihat masih ragu. "Aku takut kamu akan mati apabila ikut terlibat."
"Sayang, jika kamu meragukanku sekali lagi aku akan memukul pantatmu." Kata Randika. "Jangan khawatir, serahkan semua masalahmu pada suamimu ini."
Mendengar kata-kata Randika itu, Inggrid menjelaskan. "Sebenarnya aku bukan berasal dari kota ini. Kota asalku adalah Jakarta dan aku adalah anggota keluarga Alfred."
Randika mendengar semuanya dalam keadaan diam. Dia tidak peduli dari mana asal Inggrid, yang terpenting sekarang dia adalah istrinya. Selama dia masih istrinya, tidak akan ada kekuatan di bumi ini yang bisa mengubah hal tersebut.
"Ketika aku masih kecil, entah dengan alasan apa, keluargaku menandatangani perjanjian dengan keluarga Alfred yang mengatakan bahwa aku akan menikahi salah satu dari keturunan mereka. Bagiku, perjanjian sepihak itu sangat melanggar hakku. Terlebih, aku tidak tahu siapa yang akan menikahiku."
"Kamu tidak tahu?" Tanya Randika.
"Benar, aku sama sekali tidak tahu. Dalam perjanjian itu tidak disebutkan anak yang mana hanya keturunan saja. Lalu keluarga Alfred memutuskan untuk menikahkanku dengan anak ketiganya."
Mendengar penjelasan Inggrid ini, Randika kehabisan kata-kata. Hubungan seperti itu benar-benar tidak masuk akal, tega sekali keluarganya menjual Inggrid seperti itu?
"Pernikahan seperti itu membuatku muak." Inggrid menghela napas. "Apalagi aku sudah melihat sendiri tingkah laku anak ketiga dari keluarga Alfred itu, benar-benar seorang playboy."
Randika tidak heran dengan sifat dan perilaku dari anak-anak orang kaya. Dengan banyaknya uang dan dimanja oleh orang tua mereka, tentu saja mereka dengan bebas mencicipi perempuan manapun yang dia suka. Benar-benar kehidupan yang menyenangkan!
Ah, maksudnya benar-benar didikan orang tua yang salah!
Randika kemudian kembali mendengarkan penjelasan Inggrid. "Lalu aku memutuskan untuk meninggalkan Jakarta dan datang ke kota ini dan mendirikan perusahaanku sendiri. Aku kira aku bisa lari dari masalah itu tetapi ternyata aku menyeret keluargaku bersamaku. Aku juga tidak menyangka keluarga Alfred akan mengirim seseorang ke kota ini."
Randika mulai paham dengan seluruh situasinya, intinya istrinya ini kabur dari calon suaminya itu demi kebebasannya.
"Jadi itu masalahku." Inggrid lalu menatap Randika. "Sayangnya kamu tidak akan bisa menghentikan kekuatan keluarga Alfred. Bagi orang-orang keluarga Alfred adalah puncak kekuatan, jika ada orang yang berani menyinggungnya maka mereka akan mati. Aku rasa lebih baik kamu lari saja."
Melihat ekspresi Inggrid, Randika tanpa sadar mengangkat tangannya dan menampar Inggrid.